Apa hukumnya menikah di depan Ka’bah? Pertanyaan penting jika Anda ingin merencanakan menikah di depan Ka’bah. Banyak orang yang ingin menciptakan momen pernikahan yang berkesan, termasuk melangsungkan akad nikah di tempat suci seperti depan Ka’bah, Tanah Suci Makkah.
Ka’bah merupakan simbol kiblat umat Islam dan memiliki makna spiritual yang mendalam, sehingga melangsungkan pernikahan di depannya menjadi impian banyak pasangan. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah, apa hukumnya menikah di depan Ka’bah, khususnya saat sedang melaksanakan ibadah haji atau umrah? Pandangan para ulama tentang hal ini cukup beragam, namun mayoritas sepakat bahwa hukum menikah dalam kondisi ihram memiliki aturan tersendiri yang wajib dipahami.
Untuk membahas lebih dalam, mari simak artikel berikut ini mengenai hukum menikah di depan Ka’bah dari mayoritas para ulama. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut adalah informasi lengkap terkait menikah di depan Ka’bah.
Baca Juga: Surat Malcolm X dari Mekkah, Apa Isinya?
Hukum Menikah Saat Ihram Menurut Mayoritas Ulama
Dalam buku Fikih Wanita Empat Madzhab yang diterjemahkan oleh Abu Khadijah, Muhammad Utsman Al-Khasyt menjelaskan bahwa akad nikah atau meminang saat dalam kondisi ihram adalah haram. Larangan ini didasarkan pada hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Utsman bin Affan:
لا ينكح المحرم ولا ينكح ولا يخطب
Artinya: “Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh menikahkan (orang lain), dan tidak boleh melamar.” (HR Muslim, Nasai, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Hadis ini menjadi landasan kuat yang dipegang oleh mayoritas ulama, termasuk Imam Syafi’i, Malik, dan Ahmad. Mereka sepakat bahwa akad nikah yang dilaksanakan dalam kondisi ihram dianggap tidak sah dan tidak membawa dampak apapun dalam syariat.
Sayyid Sabiq dalam buku Fiqih Sunnah juga menegaskan bahwa larangan ini tidak hanya berlaku bagi pengantin, tetapi juga bagi wali atau wakil yang melaksanakan akad. Dengan demikian, aturan ini menegaskan pentingnya menjaga kesucian dan fokus saat menjalankan ibadah haji atau umrah.
Alasan Larangan Menikah Saat Ihram
Larangan menikah saat ihram didasarkan pada alasan bahwa ihram adalah kondisi khusus yang mengharuskan seseorang untuk menjauhi aktivitas yang dapat mendorong kepada hubungan suami istri, termasuk akad nikah. Dalam buku Fiqh Al-‘Ibadat karya Syaikh Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, dijelaskan bahwa ihram mencegah keabsahan akad nikah karena dalam keadaan tersebut, aktivitas yang berpotensi mengarah pada hubungan intim dilarang.
Ihram merupakan keadaan suci yang mengikat seseorang dengan berbagai larangan tertentu demi menjaga kekhusyukan ibadah. Oleh karena itu, aktivitas seperti menikah yang melibatkan aspek emosional dan fisik dianggap tidak sesuai dengan kondisi ihram. Keadaan ini membuat aktivitas yang baik seperti menikah dapat berubah menjadi tidak sah (fasid) karena bertentangan dengan aturan ihram. Ulama menegaskan bahwa tujuan utama dari larangan ini adalah menjaga kemurnian niat dan fokus ibadah selama ihram.
Baca Juga: Kisah Nyata Inspiratif Dibalik Sinetron Tukang Bubur Naik Haji
Pendapat Ulama yang Membolehkan
Meskipun mayoritas ulama melarang, ada pandangan berbeda dari kalangan Hanafiyah. Menurut madzhab ini, akad nikah dalam kondisi ihram diperbolehkan, karena mereka berpendapat bahwa ihram hanya melarang hubungan intim, bukan akad nikah itu sendiri. Mereka berargumen bahwa akad nikah merupakan hak wanita yang tidak seharusnya terhalang oleh kondisi ihram. Namun, pandangan ini kurang populer dibandingkan pendapat mayoritas ulama yang lebih berhati-hati dalam memaknai larangan tersebut.
Madzhab Hanafiyah juga menegaskan bahwa yang dilarang dalam ihram adalah hubungan suami istri, sehingga akad nikah tidak termasuk dalam larangan utama. Namun, pendapat ini sering kali dikritik karena dianggap bertentangan dengan hadis-hadis yang jelas melarang menikah selama ihram. Perbedaan pendapat ini menunjukkan adanya fleksibilitas dalam penafsiran hukum Islam, namun tetap disarankan untuk mengikuti pendapat mayoritas demi menjaga keabsahan ibadah.
Menikah di Tanah Suci Setelah Tahallul
Bagi mereka yang ingin melangsungkan pernikahan di depan Ka’bah atau di Tanah Suci, ada solusi yang ditawarkan oleh Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam kitab Al-Jami’ fii Fiqhi An-Nisa’. Ia menyatakan bahwa akad nikah baru sah dilakukan setelah seseorang menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji atau umrah, termasuk tahallul. Tahallul menandai selesainya larangan-larangan ihram, sehingga seseorang dapat kembali melakukan aktivitas yang sebelumnya dilarang, termasuk menikah.
Pernikahan di Tanah Suci setelah tahallul memberikan kesempatan bagi pasangan untuk merayakan momen sakral ini dengan suasana yang penuh berkah. Selain itu, melangsungkan akad nikah setelah tahallul juga memastikan bahwa pernikahan tersebut sah secara syariat tanpa melanggar aturan ihram. Dengan demikian, bagi pasangan yang ingin menikah di tempat suci seperti Ka’bah, waktu yang tepat adalah setelah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji atau umrah.
Kesimpulan
Menikah di depan Ka’bah tentu menjadi momen yang sangat istimewa dan penuh makna. Namun, penting untuk memahami hukum syariat yang mengatur pernikahan dalam kondisi ihram. Mayoritas ulama sepakat bahwa menikah saat sedang ihram adalah haram dan akadnya tidak sah. Larangan ini bertujuan menjaga kekhusyukan ibadah dan menghindari aktivitas yang dapat mengurangi kesucian ihram. Namun, setelah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah, menikah di Tanah Suci dapat dilakukan sesuai syariat.
Jika Anda berniat melangsungkan pernikahan di Tanah Suci, pastikan untuk berkonsultasi dengan ulama atau pembimbing ibadah agar acara sakral tersebut berjalan sesuai dengan aturan agama dan tetap menjadi momen berharga yang penuh berkah. Selain itu, memilih waktu dan pelaksanaan yang tepat akan memastikan pernikahan Anda menjadi sah dan diterima di sisi Allah SWT.
Sebagai agen biro perjalanan umroh Jakarta, Rawda Travel menawarkan berbagai pilihan paket untuk Anda, termasuk paket umroh hemat dan paket umroh plus Turki. Rawda Umroh telah memiliki izin resmi dan melayani berbagai jamaah dari seluruh Indonesia. Testimoni positif yang diterima oleh Rawda adalah bukti dari kepercayaan dan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat.
Baca Juga: Mengenang Beberapa Peristiwa yang Menelankan Korban Jiwa di Kota Mekkah