Minat masyarakat Indonesia untuk beribadah ke Tanah Suci terus meningkat setiap tahun. Selain haji, ibadah umrah menjadi pilihan banyak umat Muslim karena waktunya lebih fleksibel dan tidak memerlukan antrean panjang seperti haji reguler.
Selama bertahun-tahun, perjalanan ibadah umrah hanya dapat dilakukan melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), sehingga para jemaah sangat bergantung pada biro perjalanan.
Namun kini, ada perubahan besar. Pemerintah bersama DPR resmi mengesahkan UU Nomor 14 Tahun 2025, yang menjadi revisi ketiga dari UU Nomor 8 Tahun 2019. Undang-undang ini membawa angin segar bagi masyarakat yang ingin melakukan umroh mandiri, karena untuk pertama kalinya opsi keberangkatan mandiri dilegalkan dan diatur secara resmi.
Perubahan ini menjadi sejarah penting dalam penyelenggaraan ibadah umrah di Indonesia. Masyarakat yang merasa lebih nyaman mengatur perjalanan sendiri, ingin menekan biaya, atau sudah memiliki pengalaman internasional kini tidak lagi dibatasi aturan lama.
Meski demikian, kebijakan ini juga menuai pro dan kontra, terutama dari asosiasi penyelenggara haji dan umrah yang melihat adanya ancaman terhadap ekosistem usaha mereka.
Agar tidak salah langkah, penting bagi calon jemaah memahami syarat hukum, hak, dan kewajiban dalam menjalankan umroh mandiri sesuai peraturan terbaru. Artikel ini merangkum seluruh ketentuan penting tersebut secara lengkap.
Baca Juga: Daftar Sebaran Kuota Haji 2026 di Tiap Provinsi di Indonesia
Perubahan Regulasi: Umrah Mandiri Kini Diakui Secara Resmi
Pada UU Nomor 14 Tahun 2025, Pasal 86 ayat (1) berbunyi:
“Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan: a. melalui PPIU; b. secara mandiri; atau c. melalui Menteri.”
Peraturan ini memperluas pilihan jemaah, berbeda dari aturan sebelumnya dalam UU Nomor 8 Tahun 2019, yang menyatakan:
“Penyelenggaraan Umrah hanya dapat dilakukan melalui PPIU.”
Artinya, dulu jemaah wajib menggunakan biro resmi, dan keberangkatan mandiri tidak memiliki dasar hukum. Dengan perubahan ini, negara mengakui tiga skema resmi:
- Melalui PPIU — jalur yang selama ini umum digunakan.
- Secara mandiri — opsi baru sesuai kebutuhan dan kemampuan jemaah.
- Melalui Menteri — jalur khusus jika terjadi keadaan luar biasa atau darurat.
Opsi ketiga ini tetap dipertahankan, namun dengan redaksi yang lebih ringkas dalam Pasal 86 ayat (2–3). Pemerintah hanya dapat menyelenggarakan umrah ke luar negeri jika situasi darurat terjadi dan ditetapkan oleh Presiden.
Perubahan regulasi ini menjadi tonggak penting karena pemerintah berusaha mengikuti perkembangan teknologi, sistem layanan Arab Saudi, serta kebutuhan masyarakat modern yang ingin lebih fleksibel.
Syarat Umroh Mandiri Menurut UU Nomor 14 Tahun 2025 (Pasal 87A)
Legalitas umrah mandiri tidak berarti jemaah bebas berangkat tanpa aturan. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban perjalanan, UU PIHU mencantumkan lima syarat wajib yang harus dipenuhi.
Berikut detailnya:
1. Beragama Islam
Sebagai ibadah khusus umat Muslim, syarat ini bersifat mutlak dan tidak dapat ditawar.
2. Memiliki Paspor dengan Masa Berlaku Minimal 6 Bulan
Paspor wajib aktif setidaknya enam bulan sejak tanggal keberangkatan. Ini mengikuti kebijakan imigrasi internasional dan persyaratan pemerintah Arab Saudi.
3. Memiliki Tiket Pesawat Pulang-Pergi dengan Tanggal yang Jelas
Calon jemaah harus memiliki tiket dengan tanggal pasti untuk keberangkatan dan kepulangan. Hal ini menunjukkan keberangkatan terencana, bukan perjalanan tanpa tujuan yang jelas.
4. Memiliki Surat Keterangan Sehat dari Dokter
Ibadah umrah memiliki rangkaian aktivitas fisik yang cukup berat, seperti tawaf dan sa’i. Karena itu, surat keterangan sehat memastikan jemaah dapat menjalankan ibadah dengan aman.
5. Memiliki Visa dan Bukti Pembelian Paket Layanan Resmi
Syarat terakhir ini adalah yang paling penting. Jemaah wajib memiliki:
- Visa umrah resmi, dan
- Bukti pembelian paket layanan seperti hotel, transportasi, atau layanan pendukung lainnya.
Pembelian layanan tersebut harus dilakukan melalui penyedia yang terdaftar pada Sistem Informasi Kementerian, sehingga meminimalkan risiko penipuan serta menjaga keamanan jemaah.
Dengan demikian, meski berangkat sendiri, jemaah tetap mengakses layanan resmi yang diawasi pemerintah.
Hak Jamaah Umroh Mandiri (Pasal 88A)
UU terbaru tidak hanya mengatur kewajiban, tetapi juga memastikan perlindungan bagi jemaah mandiri melalui Pasal 88A. Ada dua hak utama yang diberikan:
1. Hak Mendapatkan Layanan Sesuai Perjanjian Tertulis
Penyedia layanan yang dipilih jemaah wajib memberikan fasilitas sesuai kontrak. Misalnya hotel, moda transportasi, atau layanan bimbingan yang tertulis dalam perjanjian.
Ini memberikan jaminan hukum bagi jemaah meski tidak menggunakan biro.
2. Hak Melaporkan Kekurangan Layanan kepada Menteri
Ketika jemaah menghadapi masalah seperti layanan tidak sesuai, penipuan, atau kendala komunikasi di Arab Saudi, mereka berhak melaporkan langsung ke Menteri untuk ditindaklanjuti.
Mekanisme ini menjadi bentuk perlindungan negara terhadap jemaah yang memilih skema mandiri.
Latar Belakang Pengesahan UU Umroh Mandiri
Pada rapat paripurna DPR tanggal 26 Agustus, RUU PIHU disetujui secara bulat oleh para anggota dewan. Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menjelaskan bahwa revisi ini dilakukan untuk memperkuat:
- kualitas layanan akomodasi jemaah,
- layanan konsumsi dan transportasi,
- standar kesehatan jemaah,
- dan penyesuaian kebijakan sesuai regulasi Arab Saudi yang terus berkembang.
Arab Saudi kini mendorong digitalisasi sistem umrah, termasuk visa, layanan hotel, dan transportasi. Indonesia menyesuaikan diri dengan kebijakan tersebut agar lebih adaptif dan efisien.
Dengan adanya umrah mandiri, pemerintah berharap jemaah dapat memiliki fleksibilitas sekaligus tetap terlindungi secara hukum.
Penolakan dari Asosiasi PPIU dan PIHK: Kekhawatiran Besar di Balik Regulasi Baru
Meskipun pemerintah melihatnya sebagai modernisasi, legalisasi umrah mandiri ditolak oleh 13 asosiasi PPIU/PIHK, yang menaungi 3.421 penyelenggara resmi. Mereka menyampaikan penolakan secara terbuka melalui pernyataan sikap.
Beberapa alasan penolakan di antaranya:
1. Perlindungan Jemaah Dianggap Melemah
Menurut Muhammad Firman Taufik, juru bicara Tim 13 Asosiasi, umrah mandiri membuka peluang:
- jemaah tertipu oleh penyedia layanan tidak resmi,
- kurangnya pendampingan ibadah,
- potensi jemaah terlantar di Arab Saudi,
- minimnya edukasi saat proses keberangkatan.
2. Marketplace Global Bisa Menguasai Pasar Jemaah Indonesia
Asosiasi menilai umrah mandiri membuka pintu besar bagi platform luar negeri untuk menjual layanan langsung kepada jemaah Indonesia, sehingga pelaku usaha lokal tersingkir.
3. Menimbulkan Kebocoran Devisa
Jika transaksi layanan dilakukan langsung ke penyedia luar negeri, potensi aliran dana keluar negeri meningkat signifikan.
4. Mengancam Ekosistem UMKM di Sektor Ibadah
Menurut Sekjen AMPHURI, Zaky Zakaria Anshary, industri umrah bernilai lebih dari Rp30 triliun per tahun, menopang:
- penjahit perlengkapan ihram,
- penyedia katering,
- transportasi lokal,
- penyedia penginapan,
- hingga ribuan UMKM lain.
Legalitas umrah mandiri dianggap dapat meruntuhkan ekosistem yang telah dibangun sejak masa sebelum kemerdekaan.
Kesimpulan
Pengesahan UU Nomor 14 Tahun 2025 membawa perubahan penting bagi penyelenggaraan ibadah umrah di Indonesia. Untuk pertama kalinya, umroh mandiri diakui secara resmi sebagai jalur legal yang bisa dipilih masyarakat. Regulasi baru ini memberikan fleksibilitas lebih besar, terutama bagi jemaah yang berpengalaman dan ingin mengatur perjalanan secara personal.
Namun di balik peluang tersebut, terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar keberangkatan tetap aman dan legal. Pemerintah juga memberikan perlindungan hukum berupa hak untuk mendapatkan layanan sesuai perjanjian serta hak untuk melapor jika terjadi kekurangan.
Walaupun demikian, legalisasi umrah mandiri menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku industri perjalanan umrah. Mereka menilai kebijakan ini dapat melemahkan perlindungan jemaah serta mengancam ribuan pelaku usaha dan UMKM yang selama ini hidup dari sektor tersebut.
Pada akhirnya, baik menggunakan PPIU maupun berangkat mandiri, calon jemaah tetap perlu berhati-hati, memahami aturan hukum, dan memastikan setiap langkah sesuai ketentuan agar ibadah berjalan lancar dan penuh keberkahan.
Sebagai agen biro perjalanan umroh Jakarta, Rawda Travel menawarkan berbagai pilihan paket untuk Anda, termasuk paket umroh hemat dan paket umroh plus Turki dan umroh plus Dubai. Rawda Umroh telah memiliki izin resmi dan melayani berbagai jamaah dari seluruh Indonesia. Testimoni positif yang diterima oleh Rawda adalah bukti dari kepercayaan dan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat.
Baca Juga: Sistem Syarikah Haji, Layanan Baru Jamaah di Tanah Suci
Tulisan terkait:
- Daftar Sebaran Kuota Haji 2026 di Tiap Provinsi di Indonesia
- Simpel! Begini Cara Cek Nomor Porsi dan Estimasi Keberangkatan Haji
- Tips dan Trik Bagi Calon Jemaah Haji dan Umroh agar Terhindar dari Hipertensi
- Apa saja obat yang harus dibawa para jemaah ketika berhaji?
- Daftar Tunggu Haji di Berbagai Kota di Indonesia, Dimana Saja?
- Kenali 3 Vaksin untuk Umroh dan Haji yang Dianjurkan, Salah Satunya Polio!
- Sejarah Haji Umroh Indonesia Saat Jaman Belanda: Menelusuri Jejak Perjuangan Muslim Nusantara
- 5 Alasan mengapa kuota jamaah ibadah haji terbatas
- Apa Sanksi Bagi Pelanggar yang Masuk Mekkah Tanpa izin?
- Vaksin yang Diwajibkan Bagi Calon Jemaah Sebelum Berangkat Haji dan Umroh, Apa Saja?