Bagaimana jika seseorang telah bernazar untuk menunaikan haji tetapi justru tidak bisa melaksanakannya karena ajal lebih cepat menjemput? Maka diperbolehkan untuk melaksanakan badal haji.
Haji merupakan rukun Islam kelima. Karena hal itulah, haji merupakan ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap umat muslim yang mampu melaksanakannya.
Hampir seluruh umat muslim di dunia ini pasti memiliki cita-cita untuk bisa menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekkah. Ibadah ini juga bersifat wajib terutama bagi mereka yang mampu secara finasial, fisik, serta mental.
Tidak seperti umrah yang bisa dilaksanakan kapan saja, ibadah haji hanya bisa dilaksanakan satu tahun sekali pada saat musim haji. Maka dari itu, tidak heran antrian haji menjadi semakin panjang.
Seorang muslim yang hendak menunaikan haji perlu menunggu beberapa tahun untuk keberangkatannya ke tanah suci. Oleh karena itulah, tidak jarang calon jamaah haji tersebut telah berumur cukup tua atau bahkan telah meninggal dunia.
Baca Juga : Mengenal Masjid Qiblatain : Saksi Perubahan Arah Kiblat Umat Islam dari Yerussalem ke Makkah
Badal Haji
Bagaimana hukumnya bagi seorang muslim yang memiliki kewajiban berhaji tetapi telah meninggal dunia? Maka keluarganya bisa menggantikannya atau dalam istilahnya disebut badal haji.
Apa itu badal haji? Badal haji adalah menggantikan proses pelaksanaan ibadah haji orang lain yang memiliki kewajiban berhaji tetapi tidak dapat melaksanakannya. Contohnya yaitu orang yang telah meninggal dunia.
Hal tersebut didasarkan pada salah satu hadis dari seorang perempuan yang berasal dari suku Juhainah yang bertanya kepada Rasulullah SAW.
إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ، أَفَأَحُجُّ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً؟ اقْضُوا اللَّهَ فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالوَفَاءِ
Artinya : “Ibuku telah bernazar untuk haji, tetapi ia meninggal dunia sebelum menunaikannya. Apakah aku boleh melakukan atas namanya?” Nabi Muhammad SAW pun menjawab, “Boleh, berhajilah menggantikannya. Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki utang, bukankan kamu akan membayarnya? Bayarlah (utang) kepada Allah, karena Dia lebih berhak untuk dilunasi.” (HR Bukhari dan An Nasa’i)
Selain hadis diatas, ada juga hadis yang dikisahkan Ibnu Abbas ra. Dalam hadis tersebut dijelaskan jika ada seorang laki-laki dari suku Khats’am mendatangi Rasulullah SAW dan berkata sebagai berikut ini.
“Ayah saya sudah meninggal dunia dan ia memiliki kewajiban untuk berhaji, apakah aku menghajikannya?” Nabi SAW pun menjawab, “Bagaimana pendapatmu apabila ayahmu meninggalkan utang? Apakah engkau wajib membayarnya?” Orang itu pun menjawab, “Ya,” Nabi SAW kembali berkata, “Berhajilah engkau untuk ayahmu itu,” (HR Ahmad dan An Nasa’i).
Berdasarkan kedua hadis di atas, maka dapat disimpulkan jika badal haji boleh dilakukan sebagai wujud untuk melunasi utang atau harta. Seorang wanita pun diperbolehkan untuk mewakilkan haji bagi seorang laki-laki begitu pula sebaliknya.
Dalam sebuah buku berjudul Fikih Sunnah Jilid 3 yang ditulis Sayyid Sabiq dijelaskan mengenai badal haji ini. Dalam buku tersebut dijelaskan jika para ulama dari kalangan sahabat dan lainnya menyatakan jika menunaikan ibadah haji untuk orang yang telah meninggal dunia diperbolehkan. Hal tersebut juga disampaikan oleh ats Tauri, Ibnu Mubarak, Ahmad, Syafi’i, dan Ishak.
Akan tetapi, badal haji tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Kewajiban untuk menggantikan ibadah haji ini diberikan kepada ahli warisnya.
Ada juga beberapa perbedaan pendapat di kalangan imam besar mazhab. Salah satunya yaitu Imam Mazhab Syafi’i yang tidak memperbolehkan badal haji untuk dilakukan seseorang yang belum menunaikan haji untuk dirinya sendiri. Apabila ia menunaikan haji, maka ibadah haji tersebut terhitung untuk dirinya sendiri.
Hadis tersebut berlandaskan pada Bulughul Mataram oleh Ibn Hajar Al Asqalani yang berbunyi berikut ini.
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ: مَنْ شُبْرُمَةُ؟ قَالَ: أَخٌ أَوْ قَرِيبٌ لِيْ. قَالَ: حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ، ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ. رواه أبو داود والدار قطني والبيهقي وغيرهم باسانيد صحيحة
Artinya : “Dituturkan pula darinya Ibnu Abbas ra bahwa Nabi SAW pernah mendengar seseorang berkata, “Laibaika dari Syubrumah.” Beliau bertanya, “Siapa Syubrumah?” Ia menjawab, “Saudaraku.” Lalu beliau bersabda, “Apakah engkau telah berhaji untuk dirimu sendiri?” Ia pun menjawab, “Belum.” Beliau bersabda, “Berhajilah untuk dirimu sendiri, kemudian berhajilah untuk Syubrumah.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Sementara itu, Imam Hanaf memiliki pendapat yang berbeda. Ia memperbolehkan badal haji yang dilakukan oleh orang yang belum menunaikan ibadah haji. Hal tersebut didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut ini.
كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم. فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ، فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ اَلْآخَرِ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ، إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا، لَا يَثْبُتُ عَلَى اَلرَّاحِلَةِ، أَفَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ: نَعَمْ. وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ اَلْوَدَاعِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ
Artinya: Hadits Fadhal Ibn Abbas RA, bahwa seorang wanita dari suku Khas’am bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, kewajiban haji yang difardhukan Allah atas hamba-hambanya bersamaan dengan keadaan bapakku yang telah rua renta hingga tak sanggup lagi untuk berkendaraan. Bolehkah aku haji atas namanya?” Rasulullah SAW menjawab, “Boleh. Peristiwa itu terjadi pada haji wada’,” (HR Muttafaq’alaih).
Baca Juga : Mengenal Wadi Al Aqeeq atau Lembah yang Diberkahi
Di Indonesia sendiri, setiap penyelenggara ibadah haji telah menyiapkan program haji. Melalui juru bicara Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), Kementerian Agama Akhmad Fauzin menyebut jika orang yang sudah meninggal dunia masuk dalam kelompok jamaah program badal haji.
Selain badal haji untuk orang yang sudah meninggal dunia, pemerintah Indonesia juga mengatur mengenai badal melontar jumroh bagi yang berhalangan untuk hadir. Proses pelaksanaannya dilakukan dengan melontarkan jumroh untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, kemudian baru melontarkan jumroh untuk orang lain.
Penutup
Demikian penjelasan mengenai badal haji. Perlu diingat, badal haji tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang dan hanya bisa dilakukan oleh ahli warisnya saja.
Rawda Travel merupakan biro perjalanan umrah terpercaya yang sudah berdiri sejak 2003. Kepuasan para jamaah merupakan prioritas utama dari biro perjalanan umrah ini. Memiliki izin resmi dari Kementerian Agama, Rawda Travel siap mengantarkan Anda untuk menunaikan ibadah ke Tanah Suci Mekkah. Temukan berbagai paket umrah di Rawda Travel, seperti Paket Umrah Plus Turki. Anda bisa menunaikan ibadah umrah sekaligus berlibur ke Turki.