Dalam ibadah haji, ada beberapa rangkaian ibadah yang harus dilakukan oleh para jamaah. Salah satunya adalah lempar jumrah. Apa sih makna sejarah dan tata cara lempar jumrah?
Lempar jumrah merupakan rangkaian ibadah haji yang dilakukan dengan cara melempar batu-batu kecil ke tiang-tiang yang berada di dalam kompleks Jembatan Jamrah di Kota Mina. Lempar jumrah ini merupakan bentuk tekad umat muslim untuk melawan godaan setan dan meneguhkan iman mereka.
Dalam sejarah Islam, lempar jumrah ini dilakukan pertama kali oleh Nabi Ibrahim AS saat hendak menghalau iblis yang berusaha mencelakakan dirinya sertanya keluarganya. Jadi, tiang yang dilempari batu tersebut dianggap sebagai perumpamaan iblis dan hawa nafsu yang seringkali menggoda manusia untuk melakukan perbuatan dosa atau tercela.
Lempar jumrah ini buka sekedar ritual melempar batu saja. Namun, lempar jumrah ini juga merupakan simbol perlawanan terhadap bisikan-bisikan jahat dari setan yang berusaha menyesatkan manusia.
Sejarah Lempar Jumrah
Lempar jumrah dilakukan dengan melemparkan batu pada tiang sebanyak tujuh kali. Ritual ini merupakan simbolisasi dari melempari setan dengan batu yang sejarahnya berasal dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Dalam sebuah buku berjudul Sejarah Ibadah karya Syahruddin El-Fikri, dijelaskan bahwa kegiatan melempar batu-batu kecil pada tiang jamarat dilakukan untuk mencontoh apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS.
Pada masa itu, Nabi Ibrahim AS menerima perintah Allah SWT untuk menyembelih putranya yang bernama Ismail. Ketika hendak menyembelih Ismail, datanglah iblis yang berusaha untuk menggoda dan mengganggu Nabi Ibrahim AS agar tidak jadi menyembelih putranya.
Ketika iblis menggodanya lagi, Nabi Ibrahim AS pun mengambil tujuh buah batu dan melemparkannya ke iblis. Lemparan pertama ini disebut dengan jumrah Ula (pertama).
Iblis pun tidak lantas menyerah. Iblis pun mencoba menggoda istri Nabi Ibrahim AS yang bernama Siti Hajar. Siti Hajar pun menolak hasutan iblis tersebut dan melempari iblis dengan batu. Lokasi tersebut merupakan tempat melontar jumrah Wustha (pertengahan).
Meskipun tidak berhasil menghasut Nabi Ibrahim AS dan Siti Hajar, iblis tetap tidak menyerah. Iblis pun menggoda Nabi Ismail AS yang pada saat itu dianggap masih lemah imannya.
Akan tetapi, usaha iblis tersebut kembali gagal. Rupanya Nabi Ismail AS memiliki iman yang kuat dan yakin bahwa perintah untuk menyembelihnya adalah perintah dari Allah SWT dan harus dilaksanakan.
Nabi Ismail AS pun melempari iblis dengan batu. Lemparan ini disebut sebagai jumrah Aqabah.
Melihat keimanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS tersebut, Allah SWT menukar Nabi Ismail AS dengan seekor domba.
Lempar jumrah pun kemudian menjadi salah satu rangkaian dalam ibadah haji. Lempar jumrah ini menjadi simbol kemenangan manusia terhadap godaan setan atau iblis.
Hukum Lempar Jumrah
Dalam buku Fiqih Sunnah Jilid 3 oleh Sayyid Sabiq, dijelaskan bahwa mayoritas ulama berpendapat jika hukum melempar jumrah adalah wajib, bukan rukun haji. Oleh karena itulah, para jamaah haji yang tidak melakukan lempar jumrah, hajinya tetap dianggap sah. Akan tetapi, mereka harus membayar denda (dam).
Ketentuan Melempar Jumrah
Ritual melempar jumrah ini dilakukan selama empat hari, yaitu dari tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah. Pada tanggal 10 Dzulhijjah, para jamaah haji hanya melempar jumrah Aqabah saja.
Waktu pelaksanaannya dapat dimulai sejak matahari terbit hingga fajar pada tanggal 11 Dzulhijjah. Dalam jumrah Aqabah ini, jumlah kerikil yang dilemparkan ada tujuh batu dan dilemparkan satu per satu.
Tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah disebut sebagai hari Tasyrik. Pada tanggal ini, jamaah haji melempar ketiga jumrah dengan urutan jumrah Ula, jumrah Wustha, dan jumrah Aqabah. Masing-masing jumrah tersebut dilakukan dengan melempar tujuh batu secara satu per satu.
Untuk melempar jumrah sebanyak tiga kali, para jamaah perlu menetap dua atau tiga hari di Mina.
Dalam buku berjudul Sejarah Ka’bah yang ditulis oleh Prof. Dr. Ali Husni Al-Kharbuthli, dijelaskan bahwa tata cara melempar jumrah dimulai dari jumrah Ula yang jaraknya paling jauh dari Mekkah. Selanjutnya disusul dengan jumrah Wustha lalu jumrah Aqabah.
Saat melempar batu dalam lempar jumrah ini, para jamaah dianjurkan untuk bertakbir pada setiap lemparannya. Para jamaah juga dianjurkan untuk berhenti sejenak dan berdoa setelah jumrah Ula dan Wustha karena pada saat itu merupakan waktu paling mustajab untuk berdoa.
Bagi jamaah yang sakit atau dalam keadaan lemah, boleh diwakilkan saat melaksanakan lempar jumrah. Namun, bagi jamaah yang hendak mewakili orang lain, hendaknya lakukan lempar jumrah untuk dirinya terlebih dahulu baru kemudian melempar jumrah untuk orang lain. Hal tersebut dapat dilakukan sekaligus dalam satu tempat jumrah.
Tata Cara Lempar Jumrah
Ada beberapa tata cara dalam melempar jumrah. Berikut ini adalah penjelasannya menurut buku Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah yang ditulis oleh Agus Arifin.
- Melempar jumrah dengan menggunakan kerikil yang besarnya kira-kira sebesar ruas jari kelingking.
- Menurut mazhab Syafi’i dan Hanafi, diperbolehkan untuk menggunakan kerikil yang sudah dipakai dalam lempar jumrah. Sedangkan menurut mazhab Maliki dan Hambali, kerikil yang digunakan untuk lempar jumrah harus baru dan bukan bekas yang pernah digunakan sebelumnya.
- Satu kerikil digunakan untuk satu lemparan. Oleh karena itu, jika melemparkan tujuh batu sekaligus, maka akan tetap dihitung satu lemparan.
- Lempar jumrah dilakukan dengan tangan dan tidak diperbolehkan untuk menggunakan alat pelontar.
- Membaca takbir setiap kali melemparkan batu.
- Tertib, yaitu lempar jumrah dilakukan dengan urutan yang benar.
Sementara itu, dalam buku lain yang berjudul Tuntunan Manasik Haji dan Umrah 2023 yang diterbitkan oleh Kementerian Agama dijelaskan mengenai tata cara lempar jumrah. Berikut ini adalah penjelasannya.
- Kerikil mengenai marma (tempat lempar jumrah) dan masuk lubang.
- Melontar dengan kerikil satu per satu. Apabila melempar tujuh batu sekaligus maka dihitung satu lontaran.
- Melempar jumrah dengan urutan yang benar, yaitu mulai dari jumrah Ula (Sughra), Wustha, dan Aqabah (Kubra).
Pemerintah Arab Saudi telah mengatur jadwal untuk melempar jumrah bagi jamaah haji setiap negara. Oleh karena itu, para jamaah haji harus mengikuti ketentuan tersebut dan menghindari waktu-waktu larangan.
Doa Melempar Jumrah
Saat melempar jumrah, para jamaah dianjurkan untuk membaca doa. Dalam Kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menyampaikan sebuah doa melontar jumrah.
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ رَجْمًا لِلشَّيَاطِينِ وَرِضًا لِلَّرْحْمَنِ اللَّهُمَّ اجْعَلْ حَجًّا مَبْرُورًا وَسَعْياً مَشْكُورًا
Artinya : Dengan Menyebut nama Allah, Allah Maha Besar. Laknat bagi setan dan keridhaan bagi Allah yang Maha Kasih. Ya Allah, jadikanlah hajiku ini diterima dan sa’iku ini disyukuri.
Doa tersebut dapat dibaca setiap melempar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah.
Penutup
Demikian penjelasan mengenai makna sejarah dan tata cara lempar jumrah. Semoga informasi di atas bermanfaat, khususnya bagi Anda yang hendak menunaikan ibada haji.
Bagi Anda yang sedang mencari travel Umroh Tangerang, Anda dapat mengunjungi Rawda Umroh. Memiliki izin resmi dari Kementerian Agama, Rawda Travel siap mengantarkan Anda untuk menunaikan ibadah ke Tanah Suci Mekkah. Temukan berbagai paket umroh di Rawda Travel. Paket Umrah Plus Turki akan memberikan pengalaman menunaikan ibadah umroh sekaligus berlibur ke Turki. Ada juga Paket Umroh Hemat yang bisa Anda pilih.