Inilah kisah hafidz penyandang disabilitas di Indonesia. Menghafal Al-Qur’an adalah sebuah prestasi luar biasa yang memerlukan ketekunan, kesabaran, dan kecintaan mendalam terhadap kitab suci.
Proses ini membutuhkan usaha yang tidak ringan, di mana seseorang harus berkomitmen untuk mengulang, memahami, dan menghafal setiap ayat dengan penuh kesungguhan. Prestasi ini menjadi bukti nyata bahwa kemampuan manusia untuk mencapai sesuatu yang besar didukung oleh tekad yang kuat.
Namun, bagi sebagian orang, perjalanan menghafal Al-Qur’an menjadi lebih menantang ketika dihadapkan pada keterbatasan fisik. Bagi penyandang disabilitas, tantangan tersebut terkadang berlipat ganda.
Keterbatasan yang mereka miliki sering kali dianggap sebagai penghalang, tetapi banyak di antara mereka yang mampu membuktikan sebaliknya. Dengan tekad yang kuat dan dukungan dari lingkungan, mereka mampu menjalani proses yang berat ini hingga meraih keberhasilan.
Di Indonesia, beberapa hafidz penyandang disabilitas telah menunjukkan bahwa semangat dan keteguhan hati mampu mengalahkan segala keterbatasan. Kisah mereka tidak hanya membuktikan kekuatan dari kerja keras, tetapi juga memberikan inspirasi bagi banyak orang.
Keberhasilan mereka menjadi bukti bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk meraih mimpi besar. Kisah-kisah ini tak hanya menyentuh hati, tetapi juga menjadi teladan bagi kita semua untuk tidak mudah menyerah.
Baca Juga: Mengenang Tragedi Mina 1990, Noda Kelam Bagi Pemerintah Arab Saudi
Ahmad Nadhif: Hafidz Cilik dari Banyuwangi
Ahmad Nadhif adalah seorang hafidz cilik dari Desa Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang telah berhasil menghafal Al-Qur’an sejak usia tujuh tahun lebih dua bulan. Keberhasilan Nadhif dalam menghafal 30 juz hanya dalam waktu kurang dari setahun adalah sebuah pencapaian luar biasa.
Meskipun menghadapi keterbatasan fisik dan gangguan suara, semangatnya untuk menghafal Al-Qur’an tak pernah surut. Kini, pada usia delapan tahun, Nadhif telah dikenal luas di kalangan masyarakat dan bahkan sempat mengikuti ajang lomba tahfidz yang disiarkan di salah satu televisi nasional.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, yang menyaksikan langsung perjuangan Nadhif, mengungkapkan kekagumannya terhadap bocah yang luar biasa ini. Dalam sebuah acara Festival Qur’an, Bupati Ipuk menyampaikan bahwa Nadhif telah menjadi teladan bagi banyak orang, terutama anak-anak seusianya.
“Adik Nadhif menjadi motivasi dan inspirasi bagi kita semua. Bahwa Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi kita, dalam situasi dan kondisi apa pun,” ujar Bupati Ipuk dengan penuh haru. Pernyataan tersebut semakin menegaskan betapa Nadhif telah menjadi contoh yang menginspirasi dalam perjalanan hidup setiap orang.
Ayah Nadhif, Kiai Muhammad Thohir, yang juga seorang pengasuh Pesantren Tahfidz Sunan Kalijogo, bercerita tentang perjalanan awal Nadhif dalam menghafal Al-Qur’an. Menurut Kiai Thohir, putranya mulai menghafal sejak usia 6,5 tahun, menunjukkan dedikasi yang luar biasa sejak dini.
Dengan metode hafalan klasikal yang diterapkan di pesantren mereka, Nadhif dapat menghafal beberapa lembar Al-Qur’an dalam sehari. Setiap hari, Nadhif membaca ayat-ayat Al-Qur’an secara bersama-sama dengan teman-temannya sebelum melaporkan hafalannya secara individu kepada pengajar.
Kehidupan Nadhif yang penuh semangat untuk menghafal Al-Qur’an telah membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk mencapai tujuan mulia. Kegigihannya dalam belajar dan berusaha untuk menjaga hafalan Al-Qur’an setiap hari menginspirasi banyak orang, baik dari kalangan anak-anak maupun orang dewasa. Nadhif mengajarkan kita semua tentang kekuatan tekad dan keyakinan bahwa dengan usaha yang keras, segala rintangan dapat dilalui.
Selain berprestasi dalam menghafal Al-Qur’an, Nadhif juga menunjukkan sikap yang rendah hati dan penuh kasih sayang terhadap sesama. Meskipun masih muda, ia telah memiliki pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai Al-Qur’an, seperti kesabaran, keikhlasan, dan kepedulian terhadap orang lain. Keteladanan yang diberikan Nadhif mengajarkan kita untuk selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam segala hal, meskipun terkadang menghadapi kesulitan dan tantangan.
Di balik prestasinya yang gemilang, ada sosok orang tua yang selalu mendukung dan membimbing Nadhif, yaitu Kiai Muhammad Thohir dan istrinya. Mereka berdua memberikan perhatian penuh dalam mengarahkan anak mereka untuk menjadi seorang hafidz yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berbudi pekerti yang baik. Setiap langkah Nadhif dalam menghafal Al-Qur’an tidak lepas dari doa dan harapan orang tuanya agar putranya kelak menjadi insan yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara.
Nadhif yang telah menghafal 30 juz Al-Qur’an di usia yang sangat muda ini telah menjadi inspirasi bagi banyak orang di sekitar lingkungan sekitarnya. Tidak hanya teman-temannya, tetapi juga banyak orang dewasa yang merasa termotivasi untuk lebih mendekatkan diri kepada Al-Qur’an. Semangat Nadhif menjadi contoh nyata bahwa kesungguhan hati dan keyakinan dapat membawa seseorang untuk mencapai tujuan yang luar biasa, bahkan dalam usia yang sangat muda.
Kini, Nadhif telah menjadi panutan bagi banyak anak-anak di Banyuwangi dan luar daerah. Ia membuktikan bahwa setiap anak, tanpa memandang latar belakang dan kondisi fisiknya, memiliki potensi besar untuk meraih prestasi.
Kisah hidup Nadhif menunjukkan bahwa ketekunan dan cinta kepada Al-Qur’an bisa mengubah hidup seseorang, menjadikannya sosok yang luar biasa dan penuh berkah. Keberhasilan Nadhif menjadi bukti bahwa setiap tantangan dapat dijadikan kesempatan untuk berkembang, belajar, dan mencapai tujuan yang lebih tinggi.
Baca Juga: Apa Isi Dalam Ka’bah? Berikut 8 Bagian pentingnya
Ali Haydar Altway: Hafidz Tuna Rungu yang Raih Rekor MURI
Menghafal 30 juz Al-Qur’an. Dengan keterbatasannya, Haydar menunjukkan bahwa tidak ada halangan untuk meraih prestasi luar biasa. Haydar menggunakan implan koklea untuk mendengar, yang membantunya dalam proses belajar dan hafalan.
Keberhasilannya mencatatkan namanya dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) pada 2 Juli 2020 sebagai penyandang tuna rungu pertama di Indonesia yang menyelesaikan hafalan Al-Qur’an secara lengkap. Pencapaian ini tak hanya menjadi kebanggaan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama para penyandang disabilitas.
Proses Haydar dalam menghafal Al-Qur’an tidaklah instan, melainkan melalui perjuangan panjang yang penuh dedikasi. Ia merupakan alumni Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Ungaran, di mana ia menjalani proses hafalan selama tiga tahun di tingkat SMP dan empat tahun di tingkat SMA. Awalnya, Haydar belum memiliki hafalan Al-Qur’an ketika memulai pendidikan di pesantren.
Namun, dengan pola hafalan yang terstruktur dan dukungan penuh dari lingkungan pesantren, ia perlahan-lahan mulai menghafal ayat demi ayat. Sang ayah, Ahmad Rifqy, menjadi saksi utama perjalanan putranya, dari seorang anak tanpa hafalan hingga menjadi hafidz 30 juz.
Teknik hafalan yang digunakan Haydar ternyata cukup sederhana namun sangat efektif. Ia memulai proses hafalannya dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an berulang-ulang hingga lancar. Setelah itu, ia mulai menghafal ayat-ayat tersebut satu per satu. Jika suratnya panjang, ia membaginya menjadi dua atau tiga bagian untuk mempermudah proses hafalan.
Metode ini memungkinkannya menghafal secara bertahap dan konsisten, hingga akhirnya ia berhasil menyelesaikan 8 juz saat lulus dari pesantren. Perjalanan panjang ini menunjukkan bahwa kunci keberhasilan adalah kedisiplinan, konsistensi, dan kesungguhan hati.
Keberhasilan Haydar tidak hanya berhenti pada hafalannya, tetapi juga pada kontribusinya untuk menginspirasi orang lain. Ia aktif memberikan motivasi kepada penyandang disabilitas lainnya melalui berbagai forum. Dalam setiap kesempatan, ia selalu menekankan pentingnya semangat dan kerja keras.
Pesannya sederhana namun bermakna, “Jangan hanya berusaha seperti saya, tapi jadilah lebih baik.” Kata-katanya menjadi dorongan bagi banyak penyandang disabilitas untuk bangkit dan membuktikan bahwa mereka juga mampu meraih prestasi luar biasa.
Penghargaan dari MURI yang diterima Haydar memiliki makna yang mendalam baginya. Ia mendedikasikan penghargaan ini untuk semua anak disabilitas, khususnya tuna rungu, agar mereka mendapatkan tempat yang sejajar di masyarakat.
Baginya, penghargaan tersebut bukan sekadar pencapaian pribadi, melainkan simbol perjuangan semua penyandang disabilitas untuk meraih kualitas hidup yang lebih baik. Ia berharap kisahnya dapat menjadi bukti nyata bahwa keterbatasan fisik tidak menjadi halangan untuk meraih mimpi dan berprestasi.
Kisah Haydar adalah cerminan dari keteguhan hati dan dukungan yang kuat dari lingkungan sekitarnya. Dengan tekad yang luar biasa, ia membuktikan bahwa seseorang dengan keterbatasan pun bisa meraih prestasi yang besar. Kisahnya menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk tidak pernah menyerah pada keadaan.
Haydar menunjukkan bahwa semangat, dedikasi, dan pola pikir positif adalah kunci untuk meraih keberhasilan, terlepas dari segala tantangan yang dihadapi.
Perjalanan Penuh Tantangan
Kehidupan Haydar tidaklah mudah. Sejak kecil, ia telah menghadapi tantangan besar karena gangguan pendengaran berat. Saat berusia satu tahun, Haydar hanya bisa mendengar suara setara dengan deru pesawat dari jarak 10 meter. Dengan bantuan alat bantu dengar (ABD), Haydar mulai belajar memahami dunia suara. Namun, itu belum cukup.
Pada tahun 2005, Haydar menjalani operasi Cochlear Implant (CI) di Singapura, karena prosedur tersebut belum tersedia di Indonesia pada saat itu. Operasi ini menjadi titik balik bagi Haydar untuk mulai belajar berbicara dan mendengar dengan lebih baik. Setelah operasi, ia menjalani terapi intensif selama 1,5 tahun di Singapura, yang membuahkan hasil luar biasa.
Ketika mendaftar di Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Ungaran, para penguji tidak menyadari keterbatasan Haydar. Namun, semangat dan kegigihannya membuat ia diterima dan berhasil menorehkan prestasi gemilang. Haydar juga sering mengingat pesan gurunya, Ustaz Yasa, yang mengatakan bahwa para penghafal Al-Qur’an akan berkumpul bersama di surga. Pesan ini menjadi motivasi terbesar bagi Haydar untuk terus menghafal.
Inspirasi Bagi Semua Orang
Kisah Ahmad Nadhif dan Ali Haydar Altway menunjukkan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk menggapai mimpi. Mereka telah membuktikan bahwa dengan semangat, doa, dan dukungan dari keluarga, segala hal dapat dicapai. Kedua hafidz ini menjadi teladan bagi semua orang, khususnya para penyandang disabilitas, bahwa setiap individu memiliki potensi luar biasa yang bisa diwujudkan dengan kerja keras.
Lebih dari itu, kisah mereka mengajarkan pentingnya bersyukur dan tetap berjuang dalam keadaan apa pun. Al-Qur’an menjadi sumber kekuatan dan inspirasi yang membawa mereka menuju kesuksesan. Dengan hafalan Al-Qur’an, mereka tidak hanya mendapatkan kemuliaan di dunia, tetapi juga bekal untuk akhirat.
Penutup
Perjalanan Ahmad Nadhif dan Ali Haydar Altway adalah bukti nyata bahwa semangat dan keteguhan hati mampu mengalahkan segala keterbatasan. Kisah mereka menginspirasi kita untuk tidak menyerah dalam menghadapi tantangan hidup. Semoga kisah-kisah ini menjadi motivasi bagi kita semua untuk lebih mendekatkan diri kepada Al-Qur’an dan terus berusaha memberikan yang terbaik dalam setiap aspek kehidupan.
Sebagai agen biro perjalanan umroh Jakarta, Rawda Travel menawarkan berbagai pilihan paket untuk Anda, termasuk paket umroh hemat dan paket umroh plus Turki. Rawda Umroh telah memiliki izin resmi dan melayani berbagai jamaah dari seluruh Indonesia. Testimoni positif yang diterima oleh Rawda adalah bukti dari kepercayaan dan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat.
Baca Juga: Kisah Tragis Sayyidina Hasan dan Husein, Cucu Nabi Muhammad SAW